Jumat, 18 Februari 2011

Unspoken Word

( Sebenarnya aku tidak ingin menulis cerita ini, tapi karena merasa ingin melampiaskan sesuatu, akhirnya aku mencoba untuk menulisnya juga... =="
by : S_Aoi )

"Kamu memang bego!!"
"Kita sudah janji tidak akan membahasnya lagi."
"Aku tetap mau membahasnya!!!", teriak Sofie seraya menepuk meja dengan keras.
"Sofie!", hardikku karena semua pandangan cafe mulai tertuju kepada kami.

Aku tidak terbiasa menjadi pusat perhatian orang banyak, tidak seperti Sofie yang merupakan mantan model terkenal di USA ini. Sekarang ia malah dengan anggunnya menyilangkan kaki dan menyeruput kopinya sebelum memulai pembicaraan lagi.

"Kenapa kamu harus sebego itu? Memangnya laki-laki itu sangat menakutkan, sehingga kamu harus melarikan diri seperti ini?"
"Sofie, kalau kamu tidak berhenti..."
"Kalau aku tidak mau berhenti, kamu mau bagaimana?", tantang wanita cantik dengan rambut panjang digerai ini. "Setelah merebut calon suamiku, lalu meninggalkannya, sekarang kamu ingin aku berhenti komplain??"
"Aku tidak meninggalkannya!!", bantahku cepat.
"Kalau begitu, kenapa? Kenapa kamu harus bersembunyi darinya???"
"Karena......"

Aku terdiam dan menundukkan wajah. Kupelototi minuman kopi yang mulai mendingin. Di atas permukaan kopi yang hitam itu, terpantul bayangan wajahku yang sedih. Kalau diingat-ingat, beginilah raut wajahku ketika aku melihat pantulan bayangan dari kaca pesawat terbang.

"Katakan sesuatu!!!", seru Sofie tidak sabaran.

Ia bukan wanita kasar, juga bukan wanita yang akan berbicara dengan suara keras. Hanya kepadaku saja, dia menunjukkan sisi lainnya ini.
Aku mendadak merasa bersalah. Seharusnya aku tidak datang mencarinya, seharusnya aku tidak datang menganggu kebahagiaannya. Sofie sudah menikah dengan produser terkenal di Amerika, dan namanya juga semakin terkenal seiringan dengan keberhasilannya memenangi berbagai penghargaan di negeri adidaya ini.
Seharusnya aku.....

"Eiji, katakan sesuatu....."

Suara Sofie mulai kembali seperti biasa. Kecil dan lembut. Tapi aku tahu, di dalam kebiasaannya, ada sebuah kecemasannya. Melihatku terus menundukkan wajah dan tidak mau berbicara apapun, membuat hatinya khawatir. Tangannya yang terawat terulur menyentuh jari-jari tanganku yang mendingin.

"Eiji....."
".....aku...."
Suaranya bergetar. Begitu juga dengan suaraku.
"...kamu benar, aku meninggalkannya..."
"...apa..??"
"Aku meninggalkannya.....aku kabur..."

Jari-jari tangan lentik nan hangat itu menjauh. Akhirnya aku mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan Sofie. Matanya terbelalak lebar. Ia kelihatannya tidak mempercayai satu dari kalimatku barusan.

"...kamu serius?", tanyanya dengan suara kecil. "Kamu tidak sedang bercanda denganku, kan?"
"Tidak. Aku yang memutuskan untuk mengakhiri semuanya ini.", kataku dengan senyuman lemah. "Aku sudah tidak tahan bersamanya lagi. Berada di sampingnya, tapi tidak bisa mengungkapkan apapun."
"Tapi, kamu mencintainya, kan? Kamu bilang kamu mencintainya!!!"
"Dia tidak pernah mencintaiku! Kamu tahu dia tidak akan pernah bisa membalas perasaanku."
"Tapi kamu bilang kamu akan menunggu!!!"

Sofie mulai menangis. Aku mendadak teringat ketika untuk pertama kalinya melihat air mata tersebut, aku hampir luluh. Sekarang, aku juga mulai luluh. Aku mengulurkan tangan dan mengenggam jari-jarinya. Sofie tersentak kaget, tapi tidak menarik kembali tangannya. Dengan tetap berlinang air mata, ia menatapiku. Memperhatikanku dengan seksama.

"Aku terus menunggunya, Sofie.", ujarku lemah. "Selama ini aku selalu menunggunya, tapi aku tidak bisa menunggu selamanya... Aku juga mempunyai kesabaran, dan itu sudah mencapai batasnya. Aku bisa hancur kalau terus bersamanya...."
"Eiji....."

Aku menangis. Akhirnya....aku menangis...
Tapi itupun hanya satu garis airmata.., dan kemudian aku menghentikan airmataku dengan kembali mencurahkan isi hatiku.

"Sofie, aku merasa bersalah. Kalau aku tidak ada, mungkin kalian bisa hidup bahagia. Kalau aku tidak ada, mungkin kalian bisa...."
Aku berhenti untuk mengendalikan napasku yang memburu.
"Kalau saja aku bisa mengembalikan semuanya ke awal di mana aku tidak pernah jatuh cinta dengannya....mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi...."
"Jangan berkata begitu, Eiji.", hibur Sofie. Ia tetap baik hati seperti biasanya. "Kamu tidak bersalah. Tidak ada seorang pun yang bersalah."

"Aku senang mempunyai teman baik sepertimu, Sofie.", ucapku dan airmataku kembali jatuh. "Kamu dan Aan adalah yang terbaik dalam hidupku. Aku tidak pernah dan tidak ingin menyesali kehidupanku yang sekarang. Walaupun mungkin kita sudah tidak bisa bersama lagi, tapi aku benar-benar bersyukur dari dalam hati, bahwa aku pernah memiliki kalian berdua."
"Eiji....."

Suara dering ponsel Sofie memutuskan pembicaraan kami. Sofie bingung harus menerimanya atau tidak, karena masih banyak yang ingin dibicarakannya denganku. Tapi, aku menghentikan niatnya tersebut dengan segera berdiri dari bangku tempat duduk.

"Aku harus pergi.", ujarku seraya tersenyum. "Selamat tinggal, Sofie. Aku akan selalu mendoakan kebahagianmu."
"Eiji, tunggu...."
"Dan, tolong sampaikan kepadanya.", potongku cepat. "I love him. I'll always do."
"Ei...."

Suara dering ponsel kembali terdengar. Sofie tidak bisa menghentikanku. Ia buru-buru menjawab seraya menatapi kepergianku. Lalu kemudian terdengar suara seruannya yang tertahan, dan kemudian ratapannya.
Ia sudah tidak bisa melihatku lagi, tapi aku masih bisa menoleh dan melemparkan senyuman kepadanya, sementara dewa kematian sudah datang menjemputku.

Sofie...
This is our last good-bye...

Aku mendadak teringat dengan segala hal. Ketika pertama kali menatap ke dalam genangan kopi dan melihat pantulan wajahku, aku teringat. Pesawat yang aku tumpangi ketika datang ke USA meledak tepat sebelum mendarat.
Aku memang meninggalkannya, karena aku benar sudah tidak tahan bersamanya lagi. Tapi aku tidak menyangka, perpisahan ini akan menjadi perpisahan untuk selamanya.
Aku bahkan tidak sempat mengatakan isi hatiku yang sebenarnya, dan untuk selamanya aku juga tidak akan tahu bagaimana perasaannya kepadaku.

Aku menyesal, kenapa aku harus mati secepat ini?
Aku sedih, kenapa tidak dari awal aku menyatakan isi hatiku?

Tapi apa gunanya itu semua sekarang?

Ketika waktu kematianku sudah tiba, ketika dewa kematian sudah datang menjemput...
Aku baru sadar...
Betapa aku ingin bertemu denganmu....


(Cerita yang tidak jelas pangkal ujungnya... @@
Semoga Anda sekalian menikmati.... T^T)

S_Aoi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar